Kamis, 25 September 2014

LAPORAN MAGANG KRISAN



LAPORAN
KEGIATAN MAGANG MAHASISWA


PEMBENIHAN VEGETATIF KRISAN (Dendrathema grandiflora Tzelev)
DI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN
YOGYAKARTA







Disusun Oleh :
Tyas Utami Ningsih
M0410063


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013


KATA PENGANTAR

            Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayatNya penulis dapat menyelesaikan laporan Kegiatan Magang Mahasiswa (KMM) berjudul “Pembiakan Vegetatif Krisan (Dendrathema grandiflora Tzelev) di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta” dengan lancar sesuai waktu yang telah ditentukan.
            Laporan ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti Kegiatan Magang Mahasiswa (KMM). Penyusunan laporan ini berdasarkan kegiatan magang yang dilakukan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Yogyakarta serta dari berbagai sumber pustaka.
            Dalam penyusunan laporan ini penulis menemui beberapa kendala, namun dengan dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, laporan ini dapat diselesaikan dengan lancar. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk perbaikan laporan ini.

Surakarta,   Desember 2013
Penulis




DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................ii
KATA PENGANTAR...............................................................................iii
DAFTAR ISI ........................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN
            A. Latar Belakang......................................................................... 1
            B. Perumusan Masalah.................................................................. 3
            C. Tujuan KMM/Magang.............................................................. 4
            D. Manfaat KMM/Magang........................................................... 4
BAB II PROFIL INSTITUSI MITRA
A.Letak Geografis Institusi............................................................. 5
B. Sejarah Pendirian........................................................................ 5
C. Visi dan Misi............................................................................... 8
D. Tugas Pokok dan Fungsi............................................................. 8
E. Struktur Organisasi...................................................................... 9
F. Sarana dan Prasaran.................................................................... 10
G. Ekologi Lokasi Magang............................................................. 11
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
A.Klasifikasi Krisan....................................................................... 15
B. Morfologi Krisan.........................................................................15
C. Manfaat Tanaman Krisan………………………………………16
D. Syarat Tumbuh Krisan................................................................17
E. Tanaman Induk Produksi Stek.................................................... 18
F. Produksi Benih Krisan..................................................................21
BAB IV METODOLOGI
            A. Waktu dan Tempat Kegiatan.................................................... 24
            B. Metode Kerja Praktik Lapangan.............................................. 24
            C. Metode Pelaksanaan................................................................. 24
            D. Cara Pengambilan Data............................................................ 25

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tanaman Induk Krisan............................................................... 26
B. Persiapan Tanaman Induk…...................................................... 27
C. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman....................... 37
D. Penyetekan Pucuk....................................................................... 35

BAB VI PENUTUP 
            A. Kesimpulan................................................................................ 43
            B. Saran ......................................................................................... 43
           

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1
Lahan Penanaman Induk Krisan……………………………… 
29
Gambar 2
Persiapan Media MenggunakanTray…………………………  
35
Gambar 3
Stek Hasil Pemotesan………………………………...
37
Gambar 4
ZPT yang digunakan untuk Menginduksi Pengakaran……....
37
Gambar 5
Penamanam Stek Persemaian Benih Krisan ………….
38
Gambar 6
Insektisida yang digunakan dalam Perbenihan………
39
Gambar 7
Sample Benih yang Terlah Berakar ………………….
41
Gambar 8
Packing benih Krisan ………………………………… 
42


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
       Krisan merupakan salah satu tanaman hias yang populer.Masyarakat sering menyebutnya denga bunga aster atau seruni.Tanaman krisan biasa digunakan sebagai bahan dekorasi ruangan, jambangan (vas) bunga, dan rangkaian bunga. Tanaman krisan dalam pot dapat digunakan untuk menghias meja kantor, ruangan hotel, restaurant dan rumah tempat tinggal. Selain digunakan sebagai tanaman hias, krisan juga berpotensi untuk digunakan sebagai tumbuhan obat tradisio.Menurut Direktorat Pembenihan dan Sarana Produksi (2008), salah satu keunggulan dari bunga krisan  adalah memiliki vase life yang lebih lama dan mempunyai kemampuan untuk berbunga serentak sehingga dapat dipanen secara serentak pada waktu yang diinginkan. nal dan penghasil racun serangga (hama). (Widiastuti, 1999).
       Tingginya permintaan tanaman hias untuk menjadikan usaha di bidang pengadaan tanaman hias sangat menjanjikan keuntungan yang besar.Salah satu tanaman hias yang populer adalah krisan. Krisan merupakan salah satu bunga potong dengan nilai ekonomi yang tinggi dan saat ini merupakan komoditas andalan dalam industry florikultura di Indonesia..Tahun 2010 produktivitas tanaman ini sudah mencapai 185.232.970 tangkai, dengan permintaan pasar, baik lokal maupun internasional yang terus meningkat (Soedarjo, 2012). Beberapa daerah sentra produksi tanaman hias krisan diantaranya adalah Cipanas (Cianjur), Sukabumi, Lembang (Bandung), Bandungan (Jawa Tengah), Malang (Jawa Timur) dan Brastagi (Sumatera Utara) (Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, 2006). Lokasi pengembangan krisan di Indonesia ada di beberapa propinsi antara lain Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulaweasi Selatan, dan Sulawesi Utara (Direktorat Pembenihan dan Sarana Produksi, 2008). 
       Usaha produksi krisan di Indonesia dihadapkan pada beberapa kendala, diantaranya adalah ketergantungan pada benih dari luar negeri seperti Belanda, Jerman, Amerika Serikat, dan Jepang yang harganya mahal. Selain itu, bila tanaman akan diperbanyak perlu membayar royalti 10% dari harga jual tiap tangkainya. Kondisi tersebut menyebabkan harga jual benih tinggi dan menurunkan keuntungan petani atau pengusaha tanaman krisan.Selain itu, harga jual yang tinggi juga dipicu karena terjadinya degenerasi benih, yaitu penurunan mutu benih sejalan dengan bertambahnya umur tanaman induk dan rendahnya mutu benih yang dihasilkan.Hal ini karena tanaman krisan diperbanyak dengan setek pucuk maupun anakan (Rukmana dan Mulyana, 1997).
       Produk krisan yang bermutu dan berkualitas dapat dihasilkan melalui penerapan prinsip budidaya yang baik dan benar.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Yogyakarta telah merintis kegiatan pengkajian di bidang budidaya tanaman hias krisan sejak tahun 2005 yakni Pengkajian Adaptasi Tanaman Hias Bunga Potong di Daerah Istimewa Yogyakarta.Dari tahun ke tahun jumlah petani dan luas penanaman krisan semakin bertambah.Pengkajian oleh BPTP Yogyakarta terus dikembangkan.Observasi terus dilakukan untuk melihat keberhasilan pembenihan berbagai varietas krisan. BPTPYogyakarta juga menjalin kerja sama dengan Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) yang berlokasi di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat.
       Kualitas dan mutu bunga adalah faktor yang sangat mempengaruhi harga jual bunga krisan.Peningkatan produksi bunga krisan juga harus disertai dengan perbaikan teknologi budidaya untuk meningkatkan kualitas produksi dan harga jual produk.Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura (2006) perbaikan teknik budidaya dilakukan dengan menerapkan teknologi budidaya anjuran spesifik lokasi dan komponen-komponen lain secara terpadu.Salah satu contoh adalah dengan membudidayakan krisan di dalam greenhouse karena krisan merupakan tanaman yang berasal dari daerah subtropis sehingga budidaya krisan di Indonesia membutuhkan modifikasi lingkungan tumbuh.
       Untuk menghindari atau mengurangi degenerasi benih, produsen dituntut agar memperbarui tanaman induk secara periodik bila gejala degenerasi mulai tampak. Oleh karena itu, pengembangan  varietas yang telah dihasilkan oleh pemulia tanaman dan penerapan teknik perbanyakan yang tepat diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut. (Rukmana dan Mulyana, 1997).
Dengan demikian kualitas benih dapat mempengaruhi produksi tanaman krisan. Oleh karena itu dalam proses pembenihan tanaman krisan harus dilakukan sesuai dengan Standart Operasional Prosedur (SOP) agar memperoleh benih dengan kualitas yang baik, sehingga dapat meningkatkan hasil produksi tanaman krisan yang maksimal.

B.     Perumusan Masalah
       Perumusan masalah dari pelaksanaan praktik kerja lapang ini yaituBagaimana Standart Operasional Prosedur (SOP) pengelolaan pembenihan vegetatif  krisan yang diterapkan Balai Penelitian Pengkajian Teknologi Pertanian di Yogyakarta?

C.    Tujuan Kegiatan Magang Mahasiswa/ KMM
       Tujuan  dari pelaksanaan praktik kerja lapang ini yaitu untuk mengetahui Standart Operasional Prosedur(SOP) pengelolaan pembenihanvegetatif  krisan yang diterapkan oleh Balai Penelitian Pengkajian Teknologi Pertanian di Yogyakarta.

D. Manfaat Kegiatan Magang Mahasiswa/ KMM
       Manfaat praktik kerja lapang yang akan dilakukan, diharapkan:
1. Mendapatkan pengetahuan dan pengalaman tentang pengelolaan pembenihanvegetatif  tanaman krisan yang baik dan benar.
2.  Mendapatkan informasi tentang Standart Operasional Prosedur(SOP) pengelolaan pembenihanvegetatif  tanaman krisan yang diterapkan oleh Balai Penelitian Pengkajian Teknologi Pertanian di Yogyakarta.

BAB II
PROFIL INSTITUSI MITRA

A.    Letak Geografis BPTP Yogyakarta     
       BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) Yogyakarta beralamat di Jl. Stadion Maguwoharjo, No. 28, Demangan Baru.Terletak di dusun Karangsari, Kelurahan Wedomartani, kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jarak antara kantor BPTP dengan Ibukota Propinsi sekitar 6-7 km. BPTP Yogyakarta berbatasan langsung dengan :
1.      Sebelah Timur             : Rumah penduduk dan tegalan
2.      Sebelah Selatan           : Lahan tegalan
3.      Sebelah Barat              : Rumah penduduk
4.      Sebelah Utara              : Jalan Karangsari
       BPTP Yogyakarta terletak pada ketinggian 115 m dpl dan suhunya mencapai 28ºC. Tekstur tanaha di BPTP Yogyakarta adalah jenis tanah pasir  yang mengandung abu vulkanik karena terletak dekat dengan lereng Gunung Merapi. Tanaman yang dibudidayakan di daerah tersebut beranekaragam seperti padi, palawija, sayuran dan tanaman hortikultura lain.

B.     Sejarah Perkembangan BPTP Yogyakarta
       BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) Yogaykarta adalah Unit Pelaksana Teknis Badan Penelitian dan Pengambangan Pertanian, Departemen Pertanian, yang dibentuk berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 350/Kpts/OT.210/6/2001 yang telah direvisi dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 633/Kpts/OT.21O/12/2003terdiri dari satu pejabat eselon IIIa yaitu Kepala Balai dan dua pejabat eselon Iva yaitu Kepala sub bagian Tata Usaha dan Kepala Seksi Pelayanan Teknis serta Pejabat Fungsionak (Peneliti/Penyuluh/fungsional lainnya).
       Sebelum SK Menteri Pertanian No. 350/Kpts/OT.210/6/2001, BPTP Yogyakarta semula bernama Instansi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian (IPPTP) Yogyakarta, yaitu sejak 13 Desember 1994- 13 Juni 2001.Perubahan status dari IPPTP menjadi BPTP Yogyakarta merupakan realisasi program pemerintah dalam menyediakan institusi pengahsilan teknologi disetiap provinsi di seluruh Indonesia.Tujuan utama pembentukan BPTP Yogyakarta adalah untuk menghasilkan teknologi pertanian spesifik lokasi dan memperpendek rantai informasi serta mempercepat dan memperlancar diseminasi hasil pertanian (alih teknologi) kepada para petani, dan pengguna teknologi lainnya di Daerah Istimewa Yogyakarta.
       BPTP Yogyakarta merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bidang pengkajian dan diseminasi teknologi pertanian yang dihasilkan oleh berbagai lembaga penelitian, dari dalam maupun luar negeri.Teknologi pertanian yang dikaji dan diseminasikan oleh BPTP Yogyakarta dapat berasal dari karya pemikiran sendiri, BPTP lain, atau dari hasil improvisasi teknologi daerha atau local (indigenous).
Perkembangan sampai saat ini, BPTP Yogyakarta menempati 3 tempat kantor yang terdiri dari :
1.      Kantor utama berlokasi di Karangsari meliputi Administrasi, Kepegawaian, Rumah Tangga, Umum, Kelompok Pengkajian Budidaya, Sosial Ekonomi, Pasca Panen dan Sumberdaya menepati kantor tersebut.
2.      Labolatorium Tanah dan Pasca Panen Pertanian berlokasi di Karangsari sebelah barat.
3.      Mess BPTP Yogyakarta, berlokasi di Jl. Rajawali No. 28 Demangan Baru, Yogyakarta.

C.    Visi dan Misi BPTP Yogyakarta
a.       Visi
Menjadi institusi penghasil teknologi pertanian spesifik lokasi menuju pertanian industrial unggul berkelanjutan berstandar internasional unutk meningkatakan kemandirian pangan, nilai tambah, ekspor dan kesejahteraan masyarakat pertanian.
b.      Misi
1.      Menghasilkan dan menggembangkan inovasi-inovasi pertanian spesifik lokasi yang diperlukan dan dimanfaatkan oleh petani, stakeholder, dna sesuai permintaan pasara guna mendukung pengembangan sector pertanian wilayah.
2.      Meningkatakan percepatan diseminasi teknologi pertanian inovatif dan spesifik lokasi.
3.      Meningkatkan jaringan kerjasama dengan lembaga penelitian pertanian internasional, nasional, maupun pihak swasta.
4.      Mengembangkan kapasitas kelembagaan BPTP dalam rangka meningkatkan pelayanan prima.

D.    Tugas Pokok dan Fungsi
a.       Tugas Pokok
Berdasarkan peraturan Menteri Pertanian, BPTP mempunyai tugas melaksanakan kegiatan penelitian komoditas, pengkajian perakitan dan pengembangan teknologi tepat guna spesifik lokasi untuk wilayah Propinsi DI.Yogyakarta.

b.
      Fungsi
BPTP Yogyakarta dalam melaksanakan tugas-tugas fungsionalnya, menyelenggarakan fungsi :
1.    Inventarisasi dan identifikasi kebutuhan teknologi pertanaian tepat guna spesifik lokasi.
2.    Penelitian, pengkajian dan perakitan teknologi pertanian tepat guna spesifik lokasi.
3.    Pengembangan teknologi dan diseminasi hasil pengkajian serta perakitan materi penyuluhan.
4.    Penyiapan kerjasama, informasi, dokumentasi, serta penyebarluasan dan pendayagunaan hasil pengkajian, perakitan dan pengembangan teknologi pertanian tepat guna spesifik lokasi.
5.    Pemberian pelayanan teknis kegiatan pengkajian, perakitan, penelitian, dan pengembangan teknologi pertanian guna spesifik lokasi.
6.    Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Balai.

E.     Struktur Organisasi
a.       Organisai Struktural
       Jabatan Struktural terdiri dari Kepala Balai, yang bertugas memimpin pelaksanaan kegiatan Balai dengan memberdayakan secara optimal seluruh sumberdaya manusia yang ada unutk mencapai visi misi dan dalam menjalankan mandate Balai Sub. Bagian Tata Usaha yang bertugas mengelola berbagai kegiatan yang berkaitan dnegan urusan kepegawaian, keuangan, surat-menyurat, kearsipan, perlengkapan, dan pengembangan teknologi pertanian Seksi Kerjasama dan Pelayanan Pengkajian yang mempunyai tugas melakukan pengelolaan yang berkaitan dnegan pelayanan informasi, kerjasama dan pelayanan sarana penelitian.
b.      Jabatan Fungsional
       Kelompok jabatan fungsional terdiri dari jabatan fungsional peneliti, penyuluh, dan jabatan fungsional lain yang terbagi dalam kelompok jabatan fungsional sesuai dnegna bidang keahlian yang ditetapkan oleh Kepala Badan Peneliti dan Pengembangan Pertanian. Kelompok jabatan fungsional ini bertugas melakuakan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional di BPTP Yogyakarta yang terbagi dalam kelompok pengkaji (Kelji).Masing-masing dikoordinir oelh seorang tenaga fungsional sebagai ketua Kelji.Keempat Kelji tersebut adalah Kelji Sumberdaya, Kelji Budidaya, Kelji Pasca Panen dan Alsinstan, dan Kelji Sosial Ekonomi Pertanaian.

F.     Sarana dan Prasarana Penelitian
       Sarana dan prasarana penelitian yang dimiliki BPTP Yogyakarta meliputi gedung perkantoran, pertemuan, perpustakaan, labolatorium tanaman. Labolatorium ternak, labolatorium pasca panen dan alianstan, alat transportasi/kendaraan, peralatan kantor dan multimedia untuk mendukung operasional Balai. Disamping itu juga memiliki sejumlah bangunan rumah dinas untuk sebagian karyawan dan guesthouse/mess. Labolatorium berfungsi dengan baik.Selama ini pemanfaatan labolatorium selain untuk menunjang kagiatan staf lingkup BPTP Yogyakarta juga dimanfaatkan oleh pihak luar (mahasiswa dan instansi pemerintah maupun swasta).

       Perpustakaan dengan koleksi yang cukup memadai, baik yang berupa buku ilmiah sebanyak 566 buah, prosiding sebanyak 109 buah, majalah dan jurnal ilmiah sejumlah 394 buah, brosur sejumlah 86 buah, liptan sejumlah 70 buah telah banyak bermanfaat dalam pustaka pelayanan informasi IPTEK bagi pengguan yang bukan hanya karyawan lingkup BPTP Y ogyaakarta tetapi juga petani, masyarakat umum, mahasiswa, petugas dari berbagai instansi pemerintah maupun swasta. Perpustakaan BPTP Yogyakarta adalah salah satu unit kegiatan yang ditujukan unutk memenuhi kebutuhan para pengguna jasa informasi teknologi pertanian.Unit ini sangat diperlukan oleh berbagai kalangan pengguna yaitu peneliti, petani, masyarakat umum, dsn mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi.Sistem layanan perpustakaan BPTP Yogyakarta bersifat terbuka baik untuk pengguna intern maupun ekstern.

G.    Ekologi Lokasi Magang
a.   Letak, Batas, dan Luas
       Lokasi magang berada di wilayah Dusun jetisan, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Letak Kecamatan Pakem dari Ibukota Kabupaten Sleman kurang lebih berjarak 11 kilometer kearah Timur Laut, sedangkan dari Ibukota Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berjarak 17 kilometer kearah Utara (Kantor Kecamatan Pakem; 2002). Daerah penelitian secara administratif dibatasi oleh :
(a) Utara           : Kawasan Kehutanan Kabupaten  Magelang Jawa Tengah.
(b) Timur          : Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman.
(c)  Selatan       : Kecamatan Ngemplak Kabupaten Sleman.
(d) Barat           : Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman.

       Luas Kecamatan Pakem seluruhnya 4.384,04 ha atau 43,8404 km2 yang terbagi atas 5 desa yaitu : Desa Purwobinangun, Desa Candibinangun, Desa Harjobinangun, Desa Pakembinangun, dan Desa Hargobinangun.
Daerah penelitian terletak di Desa Hargobinangun yaitu di Kawasan Obyek Wisata Kaliurang. Kemudian pada bagian ini akan dikemukakan mengenai keadaan umum Desa Hargobinangun mengenai kondisi fisik maupun kondisi penduduk  daerah penelitian, agar diperoleh gambaran yang jelas daerah penelitian
       Secara administrasi Desa Hargobinangun merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Pakem yang letaknya paling utara yang banyak mempunyai potensi obyek wisata pegunungan. Secara astronomis kawasan wisata Kaliurang yang terletak di Desa Hargobinagun terletak antara 7° 35’ 20” LS sampai 7° 36’ 00” LS dan 110° 36’ BT sampai 110° 37’ BT.
Menurut orbitan atau jarak dari pusat pemerintahan desa/keluruhan :
(a)    Jarak dari pusat pemerintahan kecamatan       : 3 km
(b)   Jarak dari pusat ibukota kabupaten                  : 14 km
(c)    Jarak dari pusat ibukota propinsi                     : 21 km
(d)   Jarak dari pusat ibukota negara                        : 565 km
b. Topografi
       Daerah penelitian termasuk di wilayah Pakem terletak pada ketinggian 600 meter sampai 1.325 meter. Kondisi topografi secara umum merupakan suatu pegunungan yaitu pegunungan vulkanik atau gunung api. Kemiringan lereng dari arah Selatan ke Utara menunjukan kenaikan secara gradual, dimana pada beberapa tempat terdapat tekuk lereng sehingga perbedaan kelas lereng jelas kelihatan, dengan kemiringan lereng berkisar antara 2% sampai 40%.

       Berdasarkan ketinggian tempat dan kemiringan lereng tersebut maka topografi Kecamatan Pakem terbagi menjadi tiga bagian, yaitu :
1.  Datar sampai berombak, seluas 1.972,8000 hektar atau 45 persen dari seluruh luas         Kecamatan Pakem, dengan kemiringan lereng 2% - 15% dan ketinggian tempat 600 m- 800 m diatas permukaan air laut. Daerah ini membujur dari arah Selatan hingga kebagian tengah dari wilayah Kecamatan Pakem yang meliputi Desa Pakembinangun, Harjobinangun dan Candibinangun.

2.   Berombak sampai berbukit, seluas 1.534,4000 hektar atau 35 persen dari seluruh luas   wilayah Kecamatan Pakem, dengan kemiringan lereng antara 15% - 40% dan ketinggian tempat antara > 800 m – 1000 m. Daerah ini terletak pada bagian tengah hingga sebagian bagian Utara dari wilayah Kecamatan Pakem yang meliputi desa: Hargobinangun, Candibinangun dan Purwobinangun.

3.   Berbukit sampai bergunung, seluas 828,8000 hektar atau 20 persen dari seluruh luas Kecamatan Pakem yang meliputi desa: Hargobinangun dan Purwobinangun (Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman : 2002).  Kenampakan topografi dari arah Timur ke Barat yang kurang lebih sejajar garis kontur, tidak banyak menunjukan perbedaan kecuali pada lembah-lembah sungai.Pada beberapa lembah sungai terlihat sangat lebar dan dalam seperti pada lembah kuning.

       Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem berada di lereng Merapi Selatan dengan ketinggian 700 – 1325 m di atas permukaan air laut. Daerah tersebut mempunyai topografi miring landai ke selatan dan merupakan dataran tinggi.Kenampakan topografi yang indah ini menarik wisatawan untuk menikmatinya ditambah dengan kesejukan udaranya.( Pemerintahan desa hargobinangun. 2008).

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Klasifikasi Tanaman Krisan
Kedudukan tanaman krisan dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom         : Plantae
Super Divisi    : Spermatophyta
Divisi               : Magnoliophyta
Kelas               : Magnoliopsida
Sub Kelas        : Asteridae
Ordo                : Asterales
Famili              : Asteraceae
Genus              : Dendrathema
Spesies            : Dendrathema grandiflora Tzelev (Larson, 1992).

B.     Morfologi Tanaman Krisan
       Krisan merupakan tanaman yang bersifat semak yang di habitat aslinya dapat tumbuh mencapai tinggi 30–200 cm, memiliki batang yang tumbuh tegak, berstruktur lunak dan berwarna hijau. Bila dibiarkan tumbuh terus, batang bunga ini akan menjadi keras (berkayu) dan berwarna hijau kecoklatan. Penampilan visual sosok tanaman krisan mirip dengan aster.Ciri khasnya dapat diamati pada bentuk daun, yaitu bagian tepi bercelah atau bergerigi, tersusun secara berselang-seling pada cabang atau batang (Rukmana dan Mulyana, 1997).
       Bunga pada krisan disebut florets yang terdiri ray florets yang biasa disebut bunga pita dan disc florets atau bunga tabung yang berada ditengah bunga (Nasional Chryanthemum Society, 2003). Bunga krisan keluar dari ujung percabangan, petalnya banyak tersusun menurut lingkaran, membentuk malai datar dengan dasar bunga melebar, warna bunga bervariasi antara kuning, putih, merah dan oranye (Rukmana dan Mulyana, 1997). Berdasarkan bentuk bunganya, krisan terdiri dari delapan tipe (Krisantini, 2006) yaitu, singles/ daisy, spoon, anemones, spider, pompons, dekoratif, large flowered, dan fleurette. Berdasarkan cara budidayanya, krisan  digolongkan menjadi tiga yaitu, tipe standard, disbud dan spray (Kofranek, 1992).

C.    Manfaat Tanaman Krisan
       Bunga krisan masih kerabat dekat dengan bunga Aster, Daisy, yang merupakan famili Asteraceae.Keunggulan krisan terletak pada masa tanamnya yang singkat dan harganya yang stabil, keaneka-ragaman warna dan bentuk bunganya, juga karena sebagai bunga potong, krisan bisa tahan lebih dari 2 minggu di vas.Bunga krisan pot bahkan bisa bertahan sampai hitungan bulan. Kegunaan tanaman krisan yang utama adalah sebagai bunga hias. Manfaat lain adalah sebagai tumbuhan obat tradisional dan penghasil racun serangga (Maaswinkel dan Suloyo, 2004). Tanaman krisan sebagai bunga hias di Indonesia digunakan sebagai:

1.   Bunga pot : ditandai dengan sosok tanaman kecil, tingginya 20-40 cm, berbunga lebat dan cocok ditanam di pot, polibag atau wadah lainnya. Contoh krisan mini (diameter bunga kecil) ini adalah varietas Lilac Cindy (bunga warna ping keungu-unguan), Pearl Cindy (putih kemerah-merahan), White Cindy (putih dengan tengahnya putih kehijau-hijauan), Applause (kuning cerah), Yellow Mandalay (semuanya dari Belanda). Krisan introduksi berbunga besar banyak ditanam sebagai bunga pot, terdapat 12 varietas krisan pot di Indonesia, yang terbanyak ditanam adalah varietas Delano (ungu), Rage (merah) dan Time (kuning).

2.  Bunga potong : ditandai dengan sosok bunga berukuran pendek sampai tinggi, mempunyai tangkai bunga panjang, ukuran bervariasi (kecil, menengah dan besar), umumnya ditanam di lapangan dan hasilnya dapat digunakan sebagai bunga potong. Contoh bunga potong amat banyak antara lain Inga, Improved funshine, Brides, Green peas, Great verhagen, Puma, Reagen, Cheetah, Klondike dll.

3.   Manfaat Krisan bagi kesehatan : Krisan yang berwarna warna putih atau kuning bisa dijadikan teh krisan ato Chrysanthemum Tea. Khasiatnya untuk menyembuhkan influenza, jerawat dan mengobati panas dalam dan sakit tenggorokan dan juga untuk obat demam, mata panas dan berair, pusing serta untuk membersihkan liver (Maaswinkel dan Suloyo, 2004)

D.    Syarat Tumbuh Krisan
       Krisan umumnya dibudidayakan dan tumbuh baik di dataran medium sampai tinggi pada kisaran 650 hingga 1200 m dpl. Menurut International Chrysanthemum Society (2002), tanaman krisan tumbuh baik di tanah bertekstur liat berpasir, dengan kerapatan jenis 0.2-0.8 g/cm3 (berat kering), total porositas 50-75%, kandungan air 50-70%, kandungan udara dalam pori 10-20%, kandungan garam terlarut 1-1.25 dS/m2 dan kisaran pH sekitar 5.5-6.5. Kondisi ini dapat dicapai denganmemodifikasi media tumbuh dalam bedengan (Rukmana dan Mulyana, 1997)..
       Tanaman krisan membutuhkan air yang memadai, tetapi tidak tahan terpaan air hujan.Oleh karena itu untuk daerah untuk curah hujan tinggi penanaman dilakukan di dalam green house.Suhu toleran untuk tanaman krisan adalah 17­­­­-30ºC, untuk daerah tropis seperti di Indonesia cocok menggunakan suhu 20-26ºC.Kelembaban yang dibutuhkan untuk tanaman krisan sangat tinggi ketika pembentukan akar, pada stek kelembabannya 90%-95%.Kemudian tanaman muda sampai tua kelembabannya 70%-80%, dengan sirkulasi udara yang memadai. Kadar CO2 di udara sekitar 3000 ppm, sedangkan kadar CO2 yang ideal untuk fotosintesis adalah 600-900 ppm.
       Krisan membutuhkan pencahayaan yang lebih lama (short day plant) dimana dapat menambah cahaya menggunakan bantuan TL dan lampu pijar. Penambahan penyinaran yang paling baik ketika tengah malam yaitu jam 22.30-01.00 dengan lampu 150 watt untuk 9 m2, dan lampu di pasang menggantung 1,5 m dari tanah. Periode pemasangan lampu dilakukan pada vegetativ (2-8 minggu) untuk merangsang pembentukkan bunga (Lukito, 1998).Untuk pertumbuhan tanaman yang optimum dibutuhkan media yang ideal, di mana tekstur media harus liat berpasir, subur, gembur dan memiliki drainase yang baik, serta tidak mengandung hama dan penyakit. Derajat keasaman media yang baik untuk petumbuhan tanaman adalah 5,5-6,7.

E.     Tanaman Induk untuk Produksi Stek
       Davies dan Potter (1981) mengemukakan bahwa kualitas pertumbuhan tanaman krisan sangat dipengaruhi oleh kualitas bahan tanamnya (kualitas stek). Selanjutnya kualitas stek sangat dipengaruhi oleh performa dan sejarah pertumbuhan tanaman induk dimana stek tersebut berasal. Stek berkualitas rendah dapat disebabkan oleh kesalahan penanganan stek setelah panen, proses pengakaran stek atau bahkan kualitas tanaman induk tanaman sumber stek tersebut sudah tidak memadai ( Klapwijk, 1987).
       Tanaman induk adalah tanaman yang dipelihara khusus untuk produksi stek. Bahan tanam untuk tanaman induk dapat berupa stek berakar hasil perbanyakan konvensional atau tanaman yang sudah diaklimatisasi hasil perbanyakan kultur jaringan. Berdasarkan fungsinya sebagai penghasil stek, maka tanaman induk dipelihara selalu dalam keadaan vegetatif aktif dengan penyinaran tambahan hingga tanaman tidak produktif.(Maaswinkel dan Sulyo, 2004).Budidaya tanaman induk dilakukan dalam rumah lindung yang terpisah dengan pertanaman untuk produksi bunga.Pertanaman induk dapat menggunakan mulsa plastik untuk mengurangi pertumbuhan gulma yang cepat. Mulsa ini juga berfungsi untuk menjaga kestabilan sifat fisik dan kimia tanah pada lahan bedengan selama proses pertanaman.
       Stek yang dihasilkan harus berasal dari tunas samping (tunas aksiler) yang tumbuh dari ketiak daun. Tunas aksiler yang tumbuh dari ketiak daun terstimulasi setelah pertumbuhan apikal pada cabang yang sama terhenti (dipanen atau di-pinching). Maswinkel dan Sulyo (2004) mengemukakan bahwa pemeliharaan tanaman induk perlu mendapat perhatian yang serius, sehubungan dengan kualitas stek yang akan dihasilkan. Keragaan tanaman induk akan mempengaruhi mutu stek yang dihasilkan dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap tanaman yang hendak ditanam.
       Tunas aksiler yang tumbuh pada ketiak daun setelah apikal dipotong, dimungkinkan berjumlah lebih dari satu dengan waktu yang tidak bersamaan (Ahmad dan Marshall, 1997) dan tidak seragam (Chockshull, 1982), sehingga tunas aksiler yang akan dipanen sebagai bahan stek selanjutnya kemungkinan tidak seragam. Menurut Maaswinkel dan Sulyo (2004), tunas aksiler yang dipanen untuk bahan stek hendaknya tunas yang telah memiliki kriteria 5 – 7 daun sempurna. Bila pada saat panen, dijumpaitunas aksiler muda atau yang belum memiliki kriteria tersebut diatas, maka tunas aksiler ini dibiarkan hingga pada saatnya dapat dipanen (panen stek berikutnya).

F.     Produksi Benih Krisan
1. Penyetekan
       Dilakukan pada tanamana muda yang telah memiliki 7 helai daun (15 hst), penyetekan dengan menggunakan pisau atau gunting stek yang tajam dan steril. Tunas dipotong dengan kriteria 4-5 daun sempurna dan mneyisakan 2-3 daun pada batang/ranting bekas setekan (2-3 ruas). Pisau atau gunting stek setiap melakukan pemotongan sebaiknya dicelupkan ke dalam alcohol 70%.Tunas-tunas stek segera ditempatkan di tempat yang sejuk dan lembab. Selang waktu panen stek sekitar 2-3 minggu sekali bila tunas akselir yang tumbuh telah memiliki 5-7 daun(Rukmana dan Mulyana, 1997).
2. Penangkaran Stek
       Sarana dan prasarana ruang penangkaran dilakukan dalam ruang khusus, ruang berupa umah plastic, beraerasi baik dan tidak terkena percikan hujan, intensitas cahaya dalam ruangnangkar 40%, bisa juga disiapkan tempat atau lahan pesemaian berupa bak-bak berukuran lebar 80 cm, kedalaman 25 cm, panjang disesuaikan dengan kebutuhan dan sebaiknya bak berkaki tinggi. Bak dilubangi untuk drainase yang berlebihan dan agar pertumbuhan akar tanaman bisa maksimal. Medium semai  bisa berupa arang sekam atau bisa juga pasir steril yang dihamparkan diatas bak hingga cukup penuh dengan ketebalan kurang lebih 15cm.
       Proses penangkaran dan pemeliharaan stek, yaitu stek hasil panen dirompes hingga tersisa 3-4 daun sempurna, ujung pangkalbatang stek dipotong sedikit dan ujung pangkal batang kemudian dicelupkan padapasta ZPT (Rootone F atau Rizootone), stek ditanam pada media penangkarandengan kedalaman 1-1,5 cm dengan jarak penanaman 2x2 cm kemudian ditutupdengan kertas merang atau Koran selama 48 jam. Media penangkaran diusahakan tetap basah, dilakukan penyiraman 2-3 hari sekali hingga stek siap tanam.Pengendalian HPT dilakukan 2 kali per minggu menggunakan fungisida daninsektisida.Penangkaran berlangsung kurang lebih 14-21 hari (Rukmana dan Mulyana, 1997).
3. Pemeliharaan Pembenihan/Penyemaian                                                                              
       Pemeliharaan untuk stek pucuk yaitu penyiraman dengan sprayer 2-3 kali sehari, pasang bola lampu untuk pertumbuhan vegetatif, penyemprotan pestisida apabila tanaman di serang hama atau penyakit. Buka sungkup pesemaian pada sore hari dan malam hari, terutama pada beberapa hari sebelum pindah ke lapangan. Pemeliharaan pada kultur jaringan dilakukan di ruangan aseptik, setelah bibir berukuran cukup besar, diadaptasikan secara bertahap ke lapangan terbuka (Rukmana dan Mulyana, 1997).
4. Sortasi Stek
       Setelah ditangkarkan selama 14-21 hari, stek-stek kemudian disortasi kelayakannya sebelum ditanam atau dikirim ke tempat lain. Sortasi dilakukan agar perakaran lebat dan sehat, tidak ada gejala terinduksi pembungaan awal (pentulan), tidak ada gejala klorosis, tidak kerdil dan berbatang kuat, tidak terdapat serangan hama dan penyakit (Rukmana dan Mulyana, 1997).
5. Pemindahan Benih
       Benih stek pucuk siap dipindahtanamkan ke kebun pada umur 10-14 hari setelah semai dan benih dari kultur jaringan benih siap pindah yang sudah berdaun 5-7 helai dan setinggi 7,5-10 cm (Rukmana dan Mulyana, 1997).

BAB IV
METODOLOGI

A.    Tempat dan Waktu
       Praktik kerja lapang dilaksanakan selama satu bulan yaitu pada bulan Juli 2013 sampai dengan bulan Agustus 2013, bertempat di UPBS Krisan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta  yang beralamat di Dusun Jetisan, Hargobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta.

B.     Materi Kerja Praktik Lapangan
Materi yang dikaji dalam Praktek Kerja Lapang ini yaitu :
1.      Kegiatan pembenihan vegetatif tanaman krisan
2.      Sistem Manajemen di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

C.    Metode Pelaksanaan
Metode yang digunakan pada Praktik Kerja Lapang kali ini yaitu :
1.      Berpartisipasi Aktif dalam kegiatan pembiakan vegetatif tanaman krisan di UPBS Krisan Jetisan, Hargobinangun, Pakem, Sleman Yogyakarta.
2.      Wawancara, mengajukan pertnyaan kepada para staf dan pekerja di UPBS Krisan setempat yang manangani pembenihan tanaman krisan

D.    Cara Pangambilan Data
1.      Data Primer diperoleh dari hasil survey, pengamatan, dan praktik langsung serta wawancara dengan para pekerja di UPBS Krisan, Jetisan mengenai teknik pembenihan vegetatif tenaman krisan.
2.      Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari
a.       Data informasi yang ada di BPTP Yogyakarta
b.      Catatan, buku, dokumen, dan pustaka lain yang berhubungan dengan teknik pembenihan vegetatif tanaman krisan

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Tanaman Induk Krisan
       Tanaman induk adalah tanaman yang dipelihara khusus untuk produksi stek. Bahan tanam untuk tanaman induk dapat berupa stek berakar hasil perbanyakan konvensional atau tanaman yang sudah diaklimatisasi hasil perbanyakan kultur jaringan. Berdasarkan fungsinya sebagai penghasil stek, maka tanaman induk dipelihara selalu dalam keadaan vegetatif aktif dengan penyinaran tambahan hingga tanaman tidak produktif. (Maaswinkel dan Sulyo, 2004)
       Penyetekan merupakan proses perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman yang jika ditempatkan pada kondisi optimum akan berkembang menjadi satu tanaman lengkap. Stek pucuk diambil dari tanaman induk yang secara khusus dibudidayakan untuk produksi stek.Sebagai salah satu alternative dalam usaha pengadaan benih krisan secara konvensinal melalui perbanyak vegetatif dengan cara memisahkan anakan atau dengan sistem stek pucuk (cutting system). Dengan sistem ini benih yang di hasikan genotifnya telah di ketahui dan dapat di buat pada waktu yang singkat.Indukan di peroleh dari tanaman krisan yang sehat (Kofranek, 1992).
       Tanaman induk krisan selalu dipelihara dalam fase juvenil agar stek pucuk yang dihasilkan memiliki potensi pertumbuhan vegetatif yang maksimum.Potensi pertumbuhan ini ditentukan oleh respons genotip tanaman terhadap kondisi lingkungan.Di kondisi lahan terbuka, faktor-faktor lingkungan ini dapat berada pada taraf suboptimal (Mortensen, 2000) dan secara simultan dapat memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan dan penampilan tanaman induk yang pada akhirnya mempengaruhi produksi dan kualitas stek yang dihasilkan. Penurunan kualitas stek sebagai bahan tanam selanjutnya akan mempengaruhi kualitas pertumbuhan tanaman dan bunga yang dihasilkan pada masa produksi berbunga (Moe, 1998).

B.     Persiapan Tanaman Induk
a.      Lokasi dan Lahan Lindung
       Pemilihan lokasi disesuaikan dengan persyaratan kesesuain tanah dan iklim mikro.Jenis tanah yang untuk mendukung pertumbuhan tanaman induk krisan yaitu tanah yang bertekstur liat, berpasir subur, drainase nya baik, minim dari organism pengganggu tanaman (OPT), dengan PH tanah sekitasr 5.5-6.5.Kemiringan lahan atau elevasi kurang dari 10%, dengan suhu optimal berkisar 15-28ºC, kelembaban nya udara 60-85%.Selain itu lokasi pembenihan krisan juga bebas dari cemaran bahan kimia berbahaya.
       Lahan lidung adalah bangunan dengan persyaratan fisik tertentu yang mempunyai fungsi menjaga pertumbuhan tanaman secara optimal serta melindungi tanaman dari curah hujan dan sinar matahari langsung yang tidak menguntungkan bagi pertanaman krisan (Martini, 2009). Di UPBS Krisan Jetisan, Rumah lindung dibuat dengan luasan tanah, arah angin, bebas dari naungan, sirkulasi udara cukup, jaringan listrik terjanglkau, dengan irigasi tersedia, dan dilengkapi sarana drainase untuk mebuang air yang berlimpah sehingga tidak mengenai bendengan tanaman induk krisan.
b.      Sarana Irigasi
       Saran irigasi bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan tanaman, stabilitas suhu serta kelembaban media dan lingkungan tanam.Saran irigasi ini dibuat dengan tujuan untuk mendistribusikan air dari bak penampung ke rumah lindung dan memenuhi kebutuhan air tanaman secara efektif dan efisien (Martini, 2009).Saran irigasi meliputi bak penampungan, jaringan distribusi air premier, sekunder yang masuk ke setiap bedengan dan saluran pemberian air.
c.       Instalasi Pencahayaan
       Pemasangan instalasi pencahayaan dalam rumah lindung berfungsi untuk memfasilitasi penambahan cahaya pada tanaman induk dan benih krisan.Sarana pencahayaan tambahan diberikan sesuai kebutuhan yang diperlukan dalam memelihara tanaman induk dan memproduksi stek krisan (Martini, 2009).
       Sumber listrik yang digunakan di UPBS Krisan Jetisan berupa daya listrik yang dilengkapi dengan lampu TL 18Watt, dan ada timer sebagai pengatur lamanya waktu pencahayaan. Penambahan cahaya lampu dilakukan dengan cara terus menerus selama 4 jam untuk merangsang pertumbuhan dalam vase vegetatif. Intensitas cahaya dari lampu TL mencapai 75 Lux. Jaringan  penyinaran lampu dilakukan di rumah lindung dan rumah pengakaran stek pucuk.  Pemasangan jaringan listrik sesuai dengan tata letak yang telah ditetapkan yaitu tinggi 2 m dari permukaan tanah dan jarak antar lampu 2 m.
d.      Penyiapan Lahan untuk tanaman induk Krisan
       Jenis tanah/media untuk penanaman indukan krisan  adalah tanah yang bertekstur liat berpasir, subur, berdrainase baik, denganh pH  sekitar 5.5-6.5. Pembuatan media tumbuh sebagai tempat penanaman tanaman induk krisan.Penyiapan lahan untuk tanaman induk meliputi pembersihan gulma dari sisa-sisa tanaman sebelumnya.Sebelum ditanaman pada lahan, dilakukan pengolahan tanah, minimal 2x, sedalam 30 cm untuk perbaikan aerasi tanah.Pada saat pengolahan tanah dilakukan penambahan dolomite atau pupuk organik.Setelah diolah, tanah dibiarkan mengering bertujuan agar senyawa-senyawa toksik menguap.

Gambar. 1. a. Lahan Penanaman Induk Krisan. 


b. Lahan yang telah ditanami benih
a.      Perlakuan Tanah dan Penanaman Tanaman
       Perlakuan tanah yaitu kegiatan yang bertujuan untuk memperbaiki sifat biologi dan kimia tanah, dan memutus siklus hidup organism pengganggu tanaman (Martini, 2009).Pada kegiatan ini, bahan yang digunakan yaitu stek pucuk berakar sebagai benih sumber dan Fumigan untuk sterilisasi tanah atau membersihkan organism pengganggu dari sisa tanaman krisan yang telah dipanen (Dirjen Hortikultura, 2012). Stek pucuk berakar ditanam pada kedalaman 1,5-2 cm dengan jarak tanamn 15 x 15 cm dengan popualsi 36stek per m2. Umur produktif tanaman selama 30 minggu sejak tanaman stek.

b.      Pemberian Cahaya Tambahan dan Pengairan
       Pencahayaan tambahan ini bertujuan untuk mempertahankan vase vegetatif tanaman (Martini, 2009).Tanaman krisan merupakan tanaman hari pendek yang mempunyai batas kritis panjang hari sekitar 13,5-16 jam. Krisan akan tetap dalam fase vegetatif apabila panjang hari yang diterimanya lebih dari batas kritisnya, tetapi akan terinduksi ke fase generative jika panjang hari yang diterimanya kurang dari batas kritis. Maka tanaman krisan membutuhkan cahaya tambahan pada malam hari untuk mempertahankan pertumbuhannya agar tetap pada fase vegetatif (Ermawati, 2012).Pencahayaan yang dilakukan di UPBS Krisan dilakukan selama 4 jam setiap malam selama terus menerus. Pemberian cahaya tambahan dilakukan mulai pada hari penanaman hingga selesai masa produksi tanaman induk.

       Pengairan dialakukan untuk memberi air sesuai kebutuhan tanaman.Jumlah dan frekuensi pemberian air sesuai kebutuhan tanaman, yaitu dua kali sehari pada minggu pertama setelah tanaman dan selanjutnya sesuai dengan kondisi tanah (Martini, 2009).

e.       Pemupukan Tanaman Induk

       Pupuk sebagai sumber hara bagi pertumbuhan dan produksi tanaman induk, Pupuk organik berfungsi unutk memperbaiki struktur dan hara tanah, yang digunakan yaitu urine kelinci.Pupuk anorganik berfungsi untuk kertersediaan uusur hara dalam tanah.Pengaplikasian pupuk ini menggunakan pompa air.Pupuk NPK Mutiara diberikan setiap 2 minggu sekali, sementara pupuk daun diberikan setiap satu minggu sekali (Martini, 2009).

       Pengaruh dosis pupuk NPK secara nyata mempengaruhi rataan pertumbuhan tanaman.Unsur N berperan sebagai pembangun asam-asam nukleat, protein, bioenzim dan klorofil.Unsur P sebagai pembangun asam nukleat, fosfolipid, bioenzim protein, senyawa metabolik dan merupakan bagian dari ATP yang penting dalam transfer energi.Unsur K berperan dalam mengatur keseimbangan ion-ion dalam sel, berfungsi dalam pengaturan berbagai mekanisme metabolik seperti fotosintesis, metabolisme karbohidrat dan translokasinya, sintesis protein, berperan dalam respirasi protein sel dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit (Bidwell, 1979; Wuryaningsih, 1992).



C.    Penyetekan Pucuk
Tahapan produksi benih melalui stek antara lain :

a.      Penyiapan Media Semai
Gambar 2.Persiapan Media Menggunakan Tray

       Secara umum media tanam yang banyak digunakan adalah berupa bahan yang mempunyai kapasitas menahan air dan mempunyai aerasi serta drainase yang baik (Balai Penelitian Tanaman Hias, 2008). Menurut Badriah (2007) media yang dapat digunakan untuk perakaran stek adalah arang sekam ( carbonized rice hull ), sekam, pasir, cocopeat atau bahan lain dengan sifat serupa yang sebelumnya telah disterilkan terlebih dahulu.
       Sekam merupakan sumber bahan organik yang mudah didapat dan berfungsisebagai bahan pembawa pupuk hayati.Sekam padi merupakan bahan organic yang berasal dari limbah pertanian yang mengandung beberapa unsur penting seperti protein kasar, hydrogen, oksigen, lemak, serat kasar, karbon, dan silica (Balai Penelitian Pasca Panen Pertanian, 2001; Nurbaity, 2011).
       Media tumbuh perakaran stek yang digunakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta adalah arang sekam ( carbonized rice hull ). Media dimasukkan dalam tray-tray yang memiliki lubang teratur, sehingga memudahkan dalam penanaman stek.Media perakaran stek dipilih yang mempunyai sifat porous dan memiliki kapasitas menahan air yang besar untuk mempertahankan kelembaban pada masa perakaran sehingga pertumbuhan akar stek tidak terhambat.Ruang tempat perakaran stek dianjurkan terpisah dari rumah lindung tanaman produksi bunga dan tanaman induk.Ruang produksi bunga terlindung dari sinar matahari langsung serta dilengkapi sarana instalasi listrik untuk penambahan cahaya dengan lampu di malam hari.Ruang perakaran dipasang paranet 60-75% pada bagian atasnya unutk mengurangi intensitas cahaya matahari.

b.      Panen Stek Pucuk Krisan
       Panen stek pucuk yatu suatu kegiatan untuk memetik stek pucuk dari tanaman induk yang telah memenuhi syarat mutu stek pucuk krisan.Bahan tanam atau benih yang digunakan adalah stek yang diambil dari tunas samping sepanjang 5-8 cm atau sebanyak 3-4 ruas dan memiliki 5-7 daun sempurna. Panen stek dilakukan setiap 3 minggu sekali dengan memotong tunas apikal yang tumbuh. Tunas dipotong dengan tangan dan menyisakan 2-3 ruas daun. Pemotongan tunas pucuk di lakukan dengan menggunakan tangan. Pada saat pemanenan stek diusahakan tidak merusak bekas potongan. Pemotongan pucuk ini dapat menghambat terjadinya dominasi tunas apikal, dan memacu pertumbuhan tunas lateral, sehingga semakin lama nantinya akan tumbuh tunas lebih banyak lagi, dan didapat panen lebih banyak pula.
stek siap di potong/ pinching


Gambar 3. Stek Hasil Pemotesan

       Pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT) bertujuan menstimulasi kondisi fisiologi tertentu pada tanaman untuk meningkatkan kualitas dan keragaan tanaman yang diharapkan. Aplikasi ZPT ini akan membantu keragaan dan bentuk tanaman menjadi lebih baik, batang lebih tebal, dan warna daun lebih gelap. ZPT akan diserap melalui daun tanaman dalam durasi satu jam setelah aplikasi, dan dalam 12 jam akan terserap sempurna. Daun yang lebih muda akan menyerap ZPT lebih cepat dari daun yang lebih tua. Aplikasi ZPT sebaiknya tidak dilakukan apabila kondisi panas dan terik (>25ºC) atau suhu rendah (<16ºC) (Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, 2006).


Gambar4.  ZPT untuk Menginduksi Pengakaran

       Zat pengatur tumbuh Atonik merupakan salah satu zat pengatur tumbuh yang beredar di pasaran. Zat pengaur tumbuh ini dapat meningkatkan proses fotosintesis, meningkatkan sintesis protein dan juga meningkatkan daya serap unsur hara dari dalam tanah. Atonik merupakan zat pengatur tumbuh yang berbentuk cairan berwarna kecoklatan.Zat pengatur tumbuh Atonik diproduksi oleh PT. Mastalin Mandiri, Jakarta. Atonik merupakan zat pengatur tumbuh sintetik yang dibangun dari bahan aktif Natrium senyawa fenol, yaitu 0,2% Na-Ortonitrofenol (C6H4NO3Na), 0,3% Na-paranitrofenol (CP6H4NO3Na), 0,1% Na-5 ­nitroquaniakol (C7H6N04Na) dan 0,05% Na-2,4 dinitrofenol (C6H3N2O5Na). Ion Na+ berfungsi sebagai karier metabolit dalam proses metabolisme, dan ion Na+ mampu menggantikan sebagian fungsi ion K+ (Etty Sumiati, 1989). Senyawa fenol pada konsentrasi rendah bersifat sebagai promotor pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Leopold dan Kriedman, 1975).
       Zat pengatur tumbuh Atonik mengandung bahan aktif triakontanol, yang umumnya berfungsi mendorong pertumbuhan, dimana dengan pemberian zat pengatur tumbuh terhadap tanaman dapat merangsang penyerapan hara oleh tanaman . Selain itu Atonik berfungsi merangsang proses-proses biokimia dalam tubuh tumbuhan (Kusumo, 1984 : Pubianti 2002).

c.       Penanaman Persemaian

Gambar 5. Penamanam Stek di Lahan Persemaian Benih Krisan

       Penanaman benih dilakukan pada media yang telah dipersiapkan sebelum penanaman.Sebelum ditanam dilakukan pengelompokan stek pucuk berdasarkan varietas. Penanaman stek pucuk dilakukan secara manual dengan jarak tanam 3x3 cm sedalam 1-2 cm.Cara penanaman yang dilakukan yaitu benih dimasukan ke dalam media dengan jarak sesuai pada trai (cetakan berisi media) kemudian disusul dengan penyiraman dengan air dan insektisida, penyiraman disesuaikan agar kondisi tidak terlalu lembab.

d.      Pemeliharaan Persemaian
       Pemeliharaan dalam persemaian penting dilakukan dengan penuh kehati – hatian, karena benih dalam persemaian sangat riskan terhadap keadaan lingkungan.Pemeliharaan dalam persemaian diantaranya pengontrolan benih dan penyiraman.Air berguna untuk proses metabolisme tanaman krisan. Dalam tubuh tanaman, air befungsi tidak hanya sebagai penjaga kestabilan suhu tanaman hingga proses-proses kimia metabolisme dalam tubuh tanaman dapat berjalan, tetapi air juga berfungsi sebagai salah satu unsur utama proses fotosintesis dan proses sintesis senyawa-senyawa penting lainnya.

Gambar 6. Insektisida yang digunakan dalam Perawatan Stek

Pemeliharaan dan penyiraman

       Pemeliharaan benih stek pucuk meliputi penyiraman menggunakan air yang dicampur insektisida dengan sprayer minimal 2 kali sehari , penyiraman harus di lakukan hati-hati untuk mencegah kerusakan pada tanaman yang masih kecil. Fungsida yang diberikan yaitu antracol.Antracol mampu mensuplai kekurangan zinc pada tanaman. Zinc atau lebih dikenal sebagai zat besi berperan aktif dalam pembentukan protein dan zat hijau daun (chlorophyll). Bayer melalui Bayer Cropscience menciptakan fungisida dengan kandungan zinc tertinggi (157 gr/kg) yang diberi merek Antracol. Tanaman pun menjadi lebih hijau, subur, sehat, dan mampu menghasilkan jumlah anakan yang lebih banyak. Manfaat lainnya adalah mempercepat pemulihan masalah stagnasi dalam proses pindah tanam (Majalah Padi, 2008).
       Pemberiaan air yang dilakukan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta menggunakan metode drip atau siraman yang dilaksanakan setiap 2 hingga 3 kali seminggu tergantung kondisi tanaman dan lingkungan. Pada pemeliharaan stek juga dilakukan penambahan penyinaran yaitu dengan menggunakan lampu TL 18 Watt.

e.       Pemanenan Benih
       Setelah penangkaran  masa pengakaran selama 10-14 hari, stek-stek kemudian disrotasi kelayakannya sebelum di tanam atau dikirim ketempat lain. Sortasi dilakukan agar perakaran lebat dan sehat, tidak ada gejala terinduksi pembungaan awal (pentulan) tidak ada gejala klorosis. Tidak kerdil dan berbatang kuat, tidak terdapat serangan hama dan penyakit.Pemanenan dilakukan secara manual dengan mencabut secara hati-hati bagian pangkal stek hingga terangkat dengan utuh bagian perakarannya.

Gambar 7.Sample Benih yang Terlah Berakar

f.       Pengepakan (packing)
       Benih yang sudah diseleksi bisa langsung ditanam.Untuk pengirim jarak jauh, benihdimasukkan ke dalam kantong plastikberukuran sekitar 15 x 15 cm yang telah diberi lubang udara di tiap sisinya.Jumlah stek 50batang/pics, kemudian kantong plastik tersebut dimasukkan ke dalam box.Benih yang sudah diseleksi dimasukkan ke dalam kantong plastik yang telah dilubagi dan di dalamnya dilapisi koran, kemudian kantong plastik tersebut dimasukkan ke dalam box/kardus. Untuk pengepakan jarak jauh, box diberi skat dan es sehingga kesegaran stek tetap terjaga.Benih dalam kondisi seperti ini bisa tahan 1-2 hari pengepakan pada suhu normal.

Gambar8.Packing Benih


D.    Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman
1.Hama
a. Ulat tanah (Agrotis ipsilon)
       Gejala: memakan dan memotong ujung batang tanaman muda, sehingga pucuk dan tangkai terkulai.Pengendalian: mencari dan mengumpulkan ulat pada senja hari dan semprot dengan insektisida.Hama ini selain menyerang tanaman krisan, juga menyerang tanaman tomat, jagung, padi, tembakau, tebu, bawang kubis dan kentang. Larva serangga ini aktif pada malam hari dan menyerang tanaman dengan cara menggigit atau memotong ujung batang tanaman muda, sehingga mengakibatkan tunas apikal atau batang tanaman terkulai dan layu. Daya serang ulat ini relatif besar sehingga dapat menyebabkan kerugian yang signifikan (Cahyono, 1999).

b. Thrips (Thrips tabacci)
       Gejala: pucuk dan tunas-tunas samping berwarna keperak-perakan atau kekuning-kuningan seperti perunggu, terutama pada permukaan bawah daun.Pengendalian: mengatur waktu tanam yang baik, memasang perangkap berupa lembar kertas kuning yang mengandung perekat, misalnya IATP buatan Taiwan.

       Hama ini bersifat polifag dengan tanaman inang utama yaitu cabai, bawang   merah, bawang daun dan jenis bawang lainnya, dan tomat. Tanaman inang lain yaitu tembakau, kopi,ubi jalar, labu siam, bayam, kentang, kapas, tanaman dari family crusiferae, crotalaria, kacang-kacangan, mawar dan sedap malam. Hama ini  menyerang dengan cara mengisap cairan tanaman(daun muda/pucuk) dan tunas-tunas muda, sehingga sel- sel tanamam menjadi rusak dan mati. Gejala serangan paling banyak dijumpai pada permukaan bawah daun atau bunga.Daun yang terserang menyempit, tepi daun melipat ke dalam dan permukaan bawah daun berwarna putih keperak-perakan atau perunggu mengkilat. Gejala perubahan warna daun menjadi keperak-perakan awalnya tampak dekat tulang daun, lalu menjalar ke tulang daun hingga seluruh permukaan daun   menjadi  putih.

c. Tungau merah (Tetranycus sp)
       Gejala: daun yang terserang berwarna kuning kecoklat-coklatan, terpelintir, menebal, dan bercak-bercak kuning sampai coklat. Pengendalian: memotong bagian tanaman yang terserang berat dan dibakar dan penyemprotan pestisida.


d. Penggerek daun (Liriomyza sp) :

       Gejala: daun menggulung seperti terowongan kecil, berwarna putih keabuabuan yang mengelilingi permukaan daun. Pengendalian: memotong daun yang terserang, penggiliran tanaman, dengan aplikasi insektisida.

2. Penyakit
a. Karat/Rust
       Penyebab: jamur Puccinia sp. karat hitam disebakan oleh cendawan Pchrysantemi, karat putih disebabkan oleh P horiana P.Henn.Gejala: pada sisi bawah daun terdapat bintil-bintil coklat/hitam dan terjadi lekukan-lekukan mendalam yang berwarna pucat pada permukaan daun bagian atas. Bila serangan hebat meyebabkan terhambatnya pertumbuhan bunga.Pengendalian: menanam benih yang tahan hama dan penyakit, perompesan daun yang sakit, memperlebar jarak tanam dan penyemprotan insektisida.
       White rust merupakan penyakit yang sangat berbahaya di musim hujan, penyakit ini disebabkan oleh salah satu jamur di mana sebarannya cukup cepat karena sporanya bisa terbawa oleh angin, air atau benda- benda lain yang menempel pada spora tersebut, perkembangan jamur ini sangat cepat bila kelembaban udara   tinggi, oleh karena itu teknik penyiraman harus benar untuk mencegah penyebaran white rust (Cahyono, 1999)
       Penyakit penting yang menyerang krisan adalah karat daun yang disebabkan   oleh cendawan puccinia horiana.Pengendaliannya dengan menjaga kebersihan    lingkungan.Daun-daun yang telah terinfeksi di rompes kemudian dibakar. Penyakit lain yaitu bercak daun septoria, embun tepung, busuk batang dan layu fusarium. Beberapa fungisida dapat digunakan bergantian setiap minggu, diantaranya zineb, score, dithane dan benlate (Anonim, 2009).

b. Tepung oidium
       Penyebab: jamur Oidium chrysatheemi.Gejala: permukaan daun tertutup dengan lapisan tepung putih. Pada serangan hebat daun pucat dan mengering.Pengendalian: memotong/memangkas daun tanaman yang sakit dan penyemprotan fungisida.
c. Virus kerdil dan mozaik

       Penyebab: virus kerdil krisan, Chrysanhenumum stunt Virus dan Virus Mozaoik Lunak Krisan (Chrysanthemum Mild Mosaic Virus).Gejala: tanaman tumbuhnya kerdil, tidak membentuk tunas samping, berbunga lebih awal daripada tanaman sehat, warna bunganya menjadi pucat.Penyakit kerdil ditularkan oleh alat-alat pertanian yang tercemar penyakit dan pekerja kebun.Virus mosaik menyebabkan daun belang hijau dan kuning, kadang-kadang bergaris- garis.Pengendalian: menggunakan benih bebas virus, mencabut tanaman yang sakit, menggunakan alat-alat pertanian yang bersih dan penyemprotan insektisida untuk pengendalian vektor virus.

BAB VI
PENUTUP

A.     KESIMPULAN
       Pengelolaan pembenihan tanaman krisan yang baik dan benar menurut Standart Operasional Prosedur yang telah diterapkan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) yang terdiri atas;
       a.       Persiapan Tanaman Induk meliputi ; pemilihan lokasi dan lahan lindung, sarana               irigasi, instalasi pencahayaan, penyaiapan lahan untuk tanaman induk krisan,                      perlakuan tanah, penanaman krisan, pemberian cahayan tambhaan, pengairan,                      pemupukan dan pengendalian organism pengganggu tanaman (OPT).
       b.      Penyetekan Pucuk meliputi ; penyiapan media semai, panen stek pucuk krisan,               aplikasi Zat Pengatur Tumbuh, penanaman persemaian, pemeliharaan persemaian,               pemanenan benih krisan, dan pengepakan benih.

B.     SARAN
1.Perawatan tanaman induk krisan perlu dilakukan sesuai dengan prosedur yang benar, agar didapatkan hasil yang maksimal. Mengingat proses dari penyiapan tanaman induk dan penyetekan yang dijalankan ada banyak tahapan yang berkesinambungan.

2.Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) yang digunakan dalam proses penyetekan. Agar diperoleh konsentrasi yang optimal sehingga dapat mengefisienkan biaya produksi yang ditimbulkan.

DAFTAR PUSTAKA

Balithi, 2000. Krisan.Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian), Jakarta.

Badriah, D.S. 2007. Buklet Petunjuk Teknis Budidaya Krisan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Holtikultura  Badan  Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.

Chockshull, K. E. 1982. Disbudding and its effect on dry matter distribution in Chysantemum morifolium. J. Of Hortic. S.ci. 57(2) : 205-207.

Cockshull, K.E, 1976. Flower and Leaf Initiation by Chrysanthemum morifolium Ramat.In long days. J. Hort. Sci. 51; 441-450.

Davis, T. D. and J.R.Potter. 1981. Curent photosynthate as a limiting factor in adventitous root formation on leafy pea cutting J. Amer. Soc. Hort. Sci.106:278-282.

Dirjen Horikultura, 2012. SOP dan PetLap Pasca Panen Bunga Krisan Potong. Departemen Pertanian RI. Jakarta Selatan, Jakarta.

Direktorat Pembenihan dan Sarana Produksi. 2008. Prosedur Operasional Standar(POS) Produksi Benih Krisan (Dendrathema grandiflora Tzvelev Syn.). Direktorat Jenderal Hortikultura. Jakarta. 76 hal.

Ermawati Dewi., Didik Indradewa., dan Sri Trisnowati, 2011. Pengaruh Warna Cahaya Tambahan terhadap Pertumbuhan dan Pembungaan Tiga Varietas Tanamana Krisan (Chrysanthemum morfolium) Potong.Skripsi. Fakultas Biologi, UGM, Yogjakarta.

Hadinata, D. 1999. Produksi Krisan Pot. Prosiding Workshop Florikultua , IPB, Bogor. Vol. II:167-176.

Klapwijk, D. 1987. Effect of season on g rowth and development of schysanthemum in the vegetatif phase. Acta Hort. 197 : 63-69.

Kofranek, A. M. 1992. Cut Chrysanthemum. InR. A. Larson (Ed.) Introduction to Floriculture. Acad Press, Inc., New York.636 p.

Krisantini. 2006. Produksi Krisan Pot : Budidaya Bunga dan Tanaman Hias. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.16 hal.

Leopold, A.C., and P.E. Kriedman, 1975.Plant growth and development. Tata Mc. Graw Hill Book Co. Ltd. New Delhi.


Majalah Padi, 2008. Etalase.http://majalahpadi.blogspot.com/2008/04/etalase.html (akses 1 Desember 2013).

Martini, T. 2009. Standart Operasional Prosedur Produksi Benih Krisan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Yogyakarta.

Masswinkel, R and Y. Sulyo. 2004. Chrysanthemum Physiologie. Training on Chrysanthemum Cultivation I, 24 Oktober 2004. Balai Penelitian Tanaman Hias.

Moe, R. 1988. Effect of stock plant environment on lateral branching and rooting . Acta Hort. 226 : 431-440.

Mortensen, L. M. 2000. Effect of air humidity on growth, flowering, keeping quality and water relation of four short-day green house species.Scientia Hortic 86: 299-310.

Nasional Chrysanthemum Society. 2003. Chrysanthemum classes. http:// www.nationalchrysanthemumsociety.org.uk  [10 Oktober 2013].

Purbianti, Titik., Otto Endarto, Agus Suryadi, Endah retnaningtyas, dan P.E.R Pihardini. 2002. Respon Perlakuan ZPT dan Pengendalian Hama pada tanaman bunga mawar. Penelitian.BPTP JawaTimur. Surabaya.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. 2006. Budidaya Krisan Bunga Potong (Prosedur Sistem Produksi). Horticultural Research Cooperation Between Indonesia and the Netherlands. 60 hal.

Rianto, D. 2008. Standarisasi Mutu Bunga Potong dalam Pelelangan.Standar di UPT Rawa Belong. 6 hal.

Rukmana, R. dan A. E. Mulyana. 1997. Krisan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.